Selasa, 30 Desember 2014

Nidzam Al Mahmudi, Sang Milliarder yang Sederhana nan Bersahaja

"Jika anak Adam mempunyai dua telaga dari emas, pasti ia ingin memiliki tiga telaga. Dan tidak puas perutnya kecuali bila ditimbun dengan tanah atau mati." (HR Bukhari dan Muslim)


Orang kaya atau pejabat bergaya hidup mewah sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat. Bahkan ada buruh atau pegawai level bawah memakai mobil mahal saat bekerja, pun sudah nyaris menjadi hal yang biasa.

Namun tidak demikian halnya dengan NIDZAM AL MAHMUDI, seorang milliarder, ia tetap tinggal di perkampungan dalam sebuah rumah kecil nan sederhana. Selain penduduk kampung itu sendiri, mungkin tidak ada yang tahu jika ia pengusaha sukses dengan bisnis yang menggurita. Uniknya, secara kasat mata pula, tingkat kemapanan ekonomi para buruhnya seakan lebih tinggi ketimbang dirinya.


Suatu ketika anaknya bertanya, "Mengapa ayah tidak membangun rumah mewah, sementara ayah mampu melakukannya?"


dengan senyum Nidzam menjelaskan :

"Anakku, betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Seharian ia mengurung diri menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakat. Dan ia juga terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya, ia kurang bersyukur kepada Allah."

"Dengan menempati sebuah rumah kecil, saat kalian menjadi dewasa maka kalian ingin segera memisahkan diri dari ayah dan ibu, supaya dapat menghuni rumah yang lebih leluasa."

"Kami dulu hanya berdua, ayah dan ibumu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah kalian semua berumah tangga. Jika ayah dan ibumu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangannya akan lebih terasa dan menyiksa?"

"Jika ayah membangun istana, biaya yg besar untuk membangunnya cukup untuk membangun rumah-rumah sederhana untuk tempat tinggal. Berapa banyak orang miskin yang akan terangkat martabatnya? Ingatlah anakku ... Dunia ini disediakan Allah untuk segenap makhluk-Nya dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit, kecil dan tidak akan pernah cukup untuk memuaskan seorang keturunan Adam yang rakus."



Ditulis kembali dari : Lentera Qalbu, majalah Bilyatimi edisi 169 - Mei 2014