Kamis, 31 Oktober 2019

Don't Quit ... Keep Playing

Anak Kecil dan Sang Maestro 

Alkisah di satu kota di Polandia, seorang ibu yang memiliki putra berusia 5 tahun, karena didorong keinginan memberi bekal ilmu seni, memasukkan putranya tersebut ke sekolah musik untuk belajar piano. 

Selang beberapa bulan kemudian di kota tersebut datang seorang maestro pianis yang sangat terkenal, Ignace Paderewski, untuk sebuah konser tunggal. Karena ketenarannya, dalam waktu yang sangat singkat tiket konser telah terjual habis. Sang Ibu membeli 2 buah tiket pertunjukan, untuk dirinya dan anaknya, deretan paling depan.

 

Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum konser mulai, kursi telah terisi penuh, sang ibu kemudian duduk dengan si anak tepat berada di sampingnya. Akan tetapi seperti layaknya seorang anak kecil, si anak ini pun tidak bisa betah duduk diam terlalu lama. Tanpa pengetahuan ibunya, ia menyelinap pergi.

Ketika lampu gedung mulai diredupkan, sang Ibu terkejut menyadari bahwa putranya tidak lagi ada di sampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya sudah berada di atas panggung pertunjukan, dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan dimainkan maestro pianis tersebut. 

Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa rasa takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu, lagu yang sederhana yang dipelajari olehnya, Twinkle Twinkle Little Star. 

Operator lampu sorot, yang terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai tanpa aba2 lebih dahulu, maka ia langsung menyorotkan lampunya ke arah panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung bukan seorang Ignace Paderewski, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis yang juga terkejut, bergegas naik ke atas panggung. 

Melihat anak tersebut, Ignace Paderewski tidak menjadi marah, justru ia tersenyum dan berkata "Jangan berhenti ... Teruslah bermain", dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya. Sang pianis lalu duduk di samping si kecil yang berani ini, dan mulai bermain mengimbangi permainan anak itu, ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu, jari-jari tangan kirinya memainkan bass, sedangkan tangan kanannya menambah porsi obbligato dari tuts-tuts yang dimainkan jari2 mungil si kecil yang terus semangat bermain piano dan akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut. 

Ketika mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah, bucket bunga dilemparkan ketengah panggung.

Bisa jadi ... kitalah anak kecil tadi ... yang meskipun sudah mengupayakan yang terbaik yang kita bisa ... tetap saja belum mampu menghasilkan simphony yang indah seperti yang diharapkan oleh ... misal orang tua kita, atau boss kita atau bahkan masyarakat di sekitar kita.

Namun ... selalu ada Sang Maestro dalam kehidupan kita yang mampu membuat hal2 yang tidak mungkin kita lakukan justru menjadi hal2 yang mudah terjadi dan indah ... Dialah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.


Kita hanya harus terus berusaha dan berdoa untuk beroleh ridho dan pertolongan-Nya ... don't quit, keep playing ... jangan pernah menyerah meskipun lelah, bangkitlah kembali kalaupun jatuh, terus kejar apa yang kita cita2kan dengan hal terbaik yang bisa kita lakukan ... apapun nanti hasilnya serahkan sepenuhnya kepada Nya

Jumat, 25 Oktober 2019

Doamu Untuk Saudaramu



Dari Shafwan Ibnu Abdullah RA

"Saya pernah pergi ke Syam dan mengunjungi Abu Darda' di rumahnya. Namun saya tidak bertemu dengannya, lalu saya pergi menjumpai Ummu Darda.'

Setelah itu, Ummu Darda bertanya kepada saya,
"Hai Shafwan, apakah kamu akan pergi haji pada tahun ini?"

 Saya pun menjawab, "Ya."

Ummu Darda' berkata, "Mohonkanlah kepada Allah kebaikan untuk kami, karena Rasulullah SAW telah bersabda, 'Doa seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim dari kejauhan tanpa diketahui olehnya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat yang telah diutus, dan setiap kali ia berdoa untuk kebaikan, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan "amin" dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.'"

Shafwan berkata, "Setelah itu saya pergi ke pasar dan di sana saya bertemu dengan Abu Darda' Ternyata ia pun mengatakan seperti itu kepada saya yang diriwayatkannya dari Rasulullah Muhammad SAW"

(HR Muslim Shahih Nomor 1891).


Senin, 18 Februari 2019

PEMIMPIN YANG DIPECAT KARENA TIDAK PERNAH BERBUAT KESALAHAN.

Hikmah Pemimpin Sejati Dari Teladan Khalid ibn Walid RA

Pada zaman pemerintahan Khalifah Sayidina Umar bin Khatab RA, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. 
Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima kafir Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat muslim.

Beliau adalah Khalid bin Walid.

Namanya harum dimana-mana. Semua orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut dengan teriakan, "Hidup Khalid, hidup Panglima Perang, hidup Pedang Allah yang Terhunus." 
Ya! .. beliau mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai Pedang Allah yang Terhunus. 





Dalam suatu peperangan beliau pernah mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan kejelian taktiknya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit. 

Itulah Khalid bin Walid, beliau bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.

Ada satu kisah menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, taktik & strategi,  mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas. 

Pada suatu ketika, di saat beliau sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang utusan dari Amirul mukminin, Sayidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, 
"Dengan ini saya nyatakan Panglima Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera menghadap!"

Menerima khabar tersebut tentu saja sang Panglima sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan? Begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu. 

Sebagai prajurit yang baik, taat pada atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya. 

Sesampai di depan Umar beliau memberikan salam, "Assalamualaikum ya Amirul mukminin ! Langsung saja ! 
Saya menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat ?"

"Walaikumsalam warahmatullah ! 
Betul Khalid!" Jawab Khalifah.

"Kalau masalah dipecat itu hak anda sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?"

"Kamu tidak punya kesalahan."

"Kalau tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? 
Apa saya tak mampu menjadi panglima?"

"Pada zaman ini kamu adalah panglima terbaik."

"Lalu kenapa saya dipecat?" tanya Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya. 

Dengan tenang Khalifah Umar bin Khatab menjawab, "Khalid, engkau panglima terbaik, panglima perang terhebat. Ratusan peperangan telah kau pimpin, dan tak pernah satu kalipun kalah. Setiap hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjungmu. Tak pernah saya mendengar orang menjelek-jelekkan. Tapi, ingat Khalid, kau juga adalah manusia biasa. Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa sombong''

''Seberat debu rasa sombong di dalam hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku, untuk menjagamu terpaksa saat ini kau saya pecat. Supaya engkau tahu, jangankan di hadapan Allah, di depan Umar saja kau tak bisa berbuat apa-apa!"

Mendengar jawaban itu, Khalid bin Walid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang ada beliau langsung mendekap Khalifah Umar.

Sambil menangis beliau berbisik, "Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!"

Bayangkan …. mengucapkan terima kasih setelah dipecat, padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. 
Adakah pejabat penting saat ini yang mampu berlaku mulia seperti itu? 
Yang banyak terjadi justru melakukan perlawanan, mempertahankan jabatan mati-matian, mencari dukungan, mencari teman, mencari pembenaran, atau mencari kesalahan orang lain supaya kesalahannya tertutupi.

Jangankan dipecat dari jabatan yang sangat bergengsi, 'kegagalan' atau keterhambatan dalam perjalanan karir pun seringkali tidak bisa diterima dengan lapang dada. 
Akhirnya semua disalahkan, sistem disalahkan, orang lain disalahkan, semua digugat..... bahkan hingga yang paling ekstrim.... Tuhan pun digugat.

Kembali ke Khalid bin Walid, hebatnya lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tidak lagi sebagai panglima perang. 
Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemarin. 

Beberapa orang prajurit terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara mereka yang bertanya, "Panglima, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal Anda sudah dipecat."

Dengan tenang Khalid bin Walid menjawab, "Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah."