Selasa, 06 Oktober 2015

Kisah "Medali Hati" Derek Redmond 

Derek Redmond adalah atlit lari dari Inggris, pemegang rekor nasional Inggris untuk lari 400 meter, memenangkan medali emas untuk lari estafet 4×400 meter pada Kejuaraan Dunia, Kejuaraan Eropa dan Pekan Olahraga antar negara Commonwealth.

Pada olimpiade Barcelona 1992, dia adalah kandidat juara lari 400 meter. Ayahnya bepergian dengannya ke Barcelona, mendampinginya sama seperti yang dia lakukan untuk semua kompetisi utama yg diikuti anaknya. Mereka adalah partner yang hebat dan ketika Derek berlari, seolah-olah ayahnya selalu berada di sisinya. Ini adalah waktunya, saatnya, untuk menunjukkan kepada dunia betapa berbakatnya dia sebenarnya.

Karir Derek Redmond tampak menjanjikan bahkan ketika pada usia 19, setelah ia memecahkan rekor 400 m Eropa dengan 44.50 detik. Tampaknya seolah-olah tidak ada yang dapat mengalahkannya. Setelah sejumlah perjuangan, Derek Redmond sekarang menemukan dirinya dalam posisi yang dia impikan sepanjang hidupnya, ia telah berhasil mencapai semifinal untuk balapan 400m Olimpiade 1992 di Barcelona. Dia tahu bahwa orang akan mengingatnya setelah Olimpiade, tetapi tidak untuk alasan yang akan terjadi berikut ini.


 Stadion sangat penuh, puluhan ribu penggemar berteriak dan bersorak. Derek Redmond selalu mengatakan kepada dirinya sendiri, “tidak peduli seberapa buruk perlombaan ini, aku akan selalu menyelesaikan dg sebaik-baiknya,” dan saat ia melangkah ke bloknya, ia selalu ingat hal itu.

 Pistol start yang baru saja dibunyikan memicu delapan pelari melesat meninggalkan garis start. Mereka beradu lomba demi membuktikan siapa yang terbaik di lari cepat 400 meter putra Olimpiade Barcelona 1992. Derek Redmond berada di lintasan ke lima. Para pengamat menjagokannya akan memperoleh medali emas di kejuaraan itu. Redmond dengan cepat menunjukkan mengapa Ia menjadi favorit untuk memenangkan medali emas saat ia mendahului lawannya dengan segera.

Berlari di backstretch itu, Redmond bersikap serileks mungkin dan terlihat sepertinya akan sangat mudah dalam perjalanan ke final. 150 meter dari garis start, tiba-tiba lari Derek Redmond melambat dan dengan raut muka yang kesakitan dia memegangi bagian belakang paha kanannya. Seketika dia berjongkok dengan tetap memegangi kakinya yang dirasakan sakit. Semua penonton terdiam. Tim medis dan oficial segera mendekati Derek. Beberapa saat Derek tetap memegangi paha belakang kakinya sembari menahan sakit. Penonton memastikan Derek gagal menyelesaikan lomba. 

Tiba-tiba, tanpa menghiraukan tim medis, Derek Redmond berdiri perlahan dan berlari terpincang-pincang meninggalkan mereka. Derek meneruskan larinya menuju garis finish. Penonton terkejut. Halangan dari tim oficial untuk menghentikannya tidak dihiraukan. Dia tetap berlari…meski dengan terpincang-pincang karena tumpuan utama tinggal satu kaki kiri. Kaki kanan tidak menjejak sempurna. Dan semua penonton menyaksikan hal itu dengan hati yang miris.

 Di tengah kesusah payahan Derek berlari, seorang laki-laki melompat meninggalkan kursi penonton lalu berlari memasuki lintasan lomba dan mendekati Derek. Tim pengamanan lomba yang mencoba menghalangi pria tersebut tak kuasa menghentikannya. "I am his father" ujar Jim Redmond kepada petugas keamanan. Kedatangan sang ayah disambut Derek meski dengan berlari terpincang. Derek memeluk pundak Ayahnya dan menangis menyesali yang telah terjadi. "You don’t have to do this….." kata ayah Derek padanya. "Yes..I do" jawab Derek. Tak kuasa menahan semangat hati sang anak, ayahnya berkata : "Well then. We’re going to finish this together." Kemudian sang Ayah memegangi tubuh Derek dan berlari bersama menuju garis finish.

Menjelang garis finish, sang Ayah melepaskan pegangannya dan membiarkan Derek berlari sendiri untuk menyelesaikan lomba tersebut. Semua penonton tertegun menyaksikan peristiwa yang terhampar di depan mata mereka. Luar biasa kasih sayang seorang ayah kepada anak. Tidak meninggalkan ketika sang anak mengalami kesulitan. Hampir 65 ribu penonton yang menyaksikan memberikan standing ovation kepada mereka. Penghargaan yang diberikan kepada perjuangan luar biasa Derek Redmond dalam menyelesaikan lomba. Hingga sekarang kebanyakan orang selalu mudah mengingat peristiwa itu dan orang justru lupa siapa peraih medali emas di lomba itu. Derek Redmond memang tidak memenangkan medali emas di Olimpiade itu, tapi dia memenangkan hatinya dan hati penonton saat itu.

 Pria yang mendukung sepenuhnya aksi Derek itu adalah ayahandanya, Jim Redmond. Luar biasa. Inilah momen tak terlupakan dari Olimpiade Barcelona 1992. Kisah ini sangat menginspirasi, dan seringkali menjadi favorit para motivator.

 Ya, tetaplah melangkah, meski tertatih. Teruslah bergerak, walau begitu banyak masalah yang melilit diri. Tidaklah masalah itu datang menghadang, kecuali sebatas kemampuan diri kita menanggungnya. Seberat apapun masalah itu terasa, diri kita sejatinya sanggup menghadapinya. Sungguh IA tak akan pernah membebani kita, hamba-NYA, kecuali sebatas yang kita sanggup menanggungnya.

 Namun memang terkadang, masalah itu terasa begitu menghimpit. Seakan membuat tulang remuk redam. Membuat kaki ini terasa begitu sulit bergeser. Apalagi bila masalah yang menghadang itu berbilang jumlahnya. Belumlah selesai masalah yang satu, datang masalah lain menghampiri. Masalah-masalah itu tak pernah mau tahu apakah kita siap atau tidak, apakah hati kita sedang lapang ataukah sempit.

 Namun berbahagialah Sahabat, karena datangnya masalah adalah tanda bahwa IA menyayangi kita. IA tak lupa pada kita. IA anugerahkan masalah agar diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Ibarat seorang anak yang sedang menempuh pendidikan, setiap hendak naik tingkat, maka ia diberikan ujian sebagai bahan evaluasi apakah ia layak untuk menempuh tingkat yang lebih tinggi atau tidak. 

Apapun akhir dari masalah yang kita hadapi itu, tetaplah berfikir positif. Belajarlah dari setiap proses yang dijalani. Karena bahagia dan sedih yang kita rasakan, hanyalah akhir dari proses yang kita jalani. Sungguh begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik selama kita menjalaninya, pelajaran yang tentu saja akan meningkatkan kualitas diri bila mampu kita sikapi dengan bijak.

 Tetaplah melangkah Sahabat, meski harus tertatih. Janganlah menjadi air yang diam, karena air yang diam itu akan membawa keburukan..

Kamis, 01 Oktober 2015

Hujan Awal Oktober

Semut api berjalan berbaris rapi menyusuri tepi kusen jendela ruang kerjaku. Satu tempat yg mereka tuju, tempat sampahku di sudut sana. Bukan sisa makanan yg ada di dalamnya. Hanyalah sisa air minum dalam gelas plastik dari tamuku siang tadi. Ya, hanya air itu yg mereka tuju.

Kuambil sejumput gula dan kutaburkan di sekitarnya. Tak lama berselang, barisan di ujung gelas plastik itu sedikit buyar. Satu persatu butir kristal manis itu terangkat oleh tiap semut yg memburunya. Tak perlu menunggu lama, tiap semut bersama butiran gula yg lebih besar dari badan mereka itu kembali ke dalam barisannya, dan berjalan pulang ... mungkin menuju sarangnya.

Pucuk pohon di luar sana menggeliat mengikuti terpaan angin yg mulai menderu. Beberapa helai daunnya sempat menerpa kaca jendelaku. Angin yg masih cukup kencang ... namun tak lagi terlihat layang layang besar yg diterbangkan olehnya di langit sebelah sana, seperti hari hari sebelumnya. Mungkin anak anak di seberang sungai kami sudah bosan dg bermain layang layang. Atau mungkin mereka ada tugas lain semisal belajar untuk tengah semesternya. Atau mungkin layang layangnya rusak setelah berhari hari bersinggasana menantang awan di atasnya. Atau ... mungkin anak anak itu sakit flu pilek, seperti kebanyakan anak kecil di kampung kami.


Tanah hitam di pekarangan rumah kami masih tampak pecah pecah. Sepadan dg hawa kamar yg senantiasa gerah. Tak serasi dg deru kencangnya angin di luar sana. Kipas yg menyemburkan angin buatan, menggoda mataku utk makin meredup. Alhamdulillah ... sebentuk awan besar sedikit menaungi kami dari teriknya sinar matahari yg mulai lingsir ke barat. Sebentar lagi ashar.

Seorang sahabat mengeluhkan sumur di rumahnya yg mulai kecil sumbernya. Sore ini ia tak bisa mencuci mobil barunya yg mulai lusuh terselimuti debu. Ibu tetangga mengeluhkan sungai kecil di belakang rumah yg sudah tak teraliri air lagi. Pagi tadi ia seperti sejak beberapa minggu lalu, terpaksa harus membakari sampahnya, yg biasanya cukup ia lemparkan saja ke sungai itu. Dan rekan kerjaku mengeluhkan istrinya yg senantiasa bawel menyuruh nyuruhnya utk menyirami bunga bunga kesayangan istrinya itu tiap sore tiba. Ia tak sempat lagi mangkal di warung kopi langganan kami.

Namun barusan Si Warno datang membawa seplastik besar buah mangga yg dipetiknya siang tadi. Kawanku lain bercerita tentang harga gabah kering yg makin membumbung. Tukang gali sumur yg sedang membenahi sumur tetangga sebelah pun tampak ceria. "Sekarang dalam sehari saya bisa dapat dua kali orderan." Katanya.

Entahlah .... karena keluh keluh kesah itu, atau pergantian cuacanya yg salah. Namun saat sebentuk awan gelap mulai banyak terbentuk di langit selatan sana, akupun turut bersorak gembira. "Hujan pertama telah turun di bumi Jawa sisi selatan" kabar sms dari saudaraku.

Ampuni kami ya Allah jika kami mendustakan nikmat dari-Mu. Alhamdulillah, ... kemarau yg datang tahun ini masih menebar banyak berkah. Dan panen tebu kami pun sangat terbantu karenanya. Namun ... astaghfirullah ... sekali lagi ampuni kami ya Allah, ampuni kami dari mendustakan nikmat musim kemarau ini, ampuni kami karena merindukan hujan ini.

Astaghfirullah ... astaghfirullah