Selasa, 30 Desember 2014

Hasibu anfusakum qabla antu hasabu

1. Polemik Agenda "Pergantian Tahun".

Hampir tiap menjelang pergantian tahun, selalu saja di antara kita sesama Muslim terjadi perdebatan dan polemik tentang agenda acara menyambut pergantian tahun itu. Entah apa pun dalih masing-masing dan siapapun yang berargumen ... saya tidak mau berdebat soal patut dan tidak patutnya kita ikut merayakan pergantian tahun MASEHI ini selaku umat Islam. 


Silakan berpulang ke pribadi dan pemahaman masing-masing. Yang penting bagi saya adalah rutinitas muhasabah terhadap diri kita sendiri di setiap waktu. 



2. Muhasabah diri


Seperti dhawuh khalifah Umar bin Khattab ra yang menyatakan :


"Hasibu anfusakum qabla antu hasabu." 


Yang artinya: “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab (di hadapan Allah SWT).”



riwayat nasehat ini adalah dari hadits yang diriwayatkan oleh khalifah Umar sendiri.


"Dari Umar r.a bahwa ia berkata, Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul seorang sahabat Anshar. Setelah mengucap salam kepada beliau (rasulullah), ia (sahabat itu) bertanya, Ya Rasulullah, siapakah orang mukmin yang terbaik itu? Beliau (rasulullah) menjawab, Yang paling baik akhlaknya. Ia (sahabat itu) bertanya (lagi), Siapakah orang mukmin yang paling pintar? Beliau (Rasulullah) menjawab, Yang paling sering ingat kematian dan yang punya persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling pintar."


(HR Ath Thabrani, Ibnu Majah dan Malik),


Dalam hadis lain yang senada adalah, "Orang pintar adalah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untuk kepentingan akhirat nanti. Dan orang bodoh ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya, tetapi berharap-harap kepada Allah." (HR At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).




3. Jago menyalahkan orang lain
Seriiiiiiiing kali, ... kita lebih mudah mengoreksi orang lain di semua urusan. Kata teman saya, bangsa kita ini memang paling jago kalau sudah jadi komentator. Entah itu komentator bola, komentator topik diskusi atau debat di tipi, komentator di kaskus atau media sosial macam twitter dan facebook, sampai-sampai komentator di lapak tukang sayur, di pasar dan di warung kopi. Apalagi kalau soal politik, saya kadang sampai ngelus dada kalo kawan-kawan saya ini sudah tidak sekedar mengomentari saja, bahkan sudah kelas menghujat, gara-gara tidak sepaham dengan kebijakan pemerintah, parpol lain, atau lembaga negara yang lain. Terkadang, kita membiarkan ego kita lepas membesar, sehingga kita kemudian merasa jadi yang paling pintar di antara semuanya. Kalau sudah begini ini, saya agak dilema juga, antara ngelus dada karena prihatin dan membungkam mulut karena menahan tawa mendengar mulut2 yg asal njeplak itu. Sulit juga lho kalau harus prihatin sambil ketawa. Coba dites, bisa nggak ya? Ngelus dada sambil mbungkam mulut? Hahahaha, kurang kerjaan banget.



Saat ego kita membawa kita terlarut dalam emosi yang lebih tinggi, pastilah di situ kita lupa, bahwa berbangga diri itu dekat sekali dengan kesombongan. Menghinakan, menyepelekan atau merendahkan orang lain pun juga sevarian dengan kesombongan. Kita menolak kebenaran sejati dari "lawan bicara" kita hanya karena asal beda pihak/kubu saja. Lalu layakkah kita ini menyandang kesombongan itu? Milik siapa sejatinya sandangan "sombong" itu? Apakah kita sudah ingin "menuhankan" diri kita sendiri?




4. "Mari kita berhenti sejenak dan berpikir"

Ada baiknya, saat kita mulai terbawa emosi, kita ikuti nasehat Dora dan Boot dalam kartun Dora the Explorer. ... Lho, kok Dora? ... Ya iya lah, walaupun Dora itu tokoh kartun anak-anak, tapi dia bisa sangat bijak dibandingkan kita yang sudah sepuh-sepuh ini. Coba simak saja Dora dengan kata-katanya "Mari kita berhenti sejenak dan berpikir".


Apa yang ada dalam benak Kawanku dari kalimat Dora itu?


Thinking dan Sensing, ... dua urusan yang sama baiknya, namun kadang tidak harus selalu bisa berjalan tepat beriringan. Apalagi jika sudah menyangkut realita kehidupan, baik diri kita sendiri maupun orang lain. Ketika melihat tiga santri yang dicambuk oleh kyainya di sebuah pesantren di Jombang, terkadang kita terbutakan oleh sense kita sehingga kemudian kita lebih memaklumkan HAM bagi si santri ini. Demikian pula saat BBM dinaikkan atau saat dollar menembus 13.000 rupiah. Sensing mendahului tindakan kita, karena bawaan emosi ketika harus terganggunya zona kenyamanan kita. Cerita berbeda saat gubernur DKI membubarkan FPI. Yang selama ini sering terusik oleh FPI, pasti langsung membenarkan langkah sang gubernur. Yang sealiran atau sekubu dengan FPI, tentu saja mati-matian membelanya. Tak apalah, nabi Musa a.s pun juga pernah berlaku sedemikian saat berguru kepada Nabi Khiddir a.s. Hanya saja bedanya beliau segera menyambungnya dengan istighfar, sedangkan kita justru malah tambah rame koar-koar yg tambah nggak jelas. Hehehe, nggak usah tersinggung, Kawan. Saya juga terkadang ngerasa gitu juga kok. Bawaan lupa/khilaf sering jadi alasan pertama. Ngeles lagi deh, hihihihi.




Namun sekali lagi, thinking perlu kejernihan hati dari segala atribut emosi, ego, simpati/empati, loyalitas dan sebagainya. Ketika akal lagi berupaya, hati sebaiknya mendampinginya saja. Jangan ikut-ikutan maju bergerak. Dengan demikian, di setiap pikiran, perkataan atau bahkan komentar kita, akan seolah-olah ada kaca spion yang bisa untuk melihat ke sisi belakang ... ya ke posisi kita itu sendiri.


5. Kata Gus Mus ...


Kyai Mustofa Bisri dari Rembang atau akrab disebut Gus Mus pernah menyampaikan hikmah berikut ini.

Kata Gus Mus, tiap kali membaca Al Quran beliau sekarang jadi mudah tersinggung. Al Quran menyinggung diri beliau. Mengapa demikian?

Kata Gus Mus lagi, tiap membaca ayat tentang orang kafir ... lha kok tanda-tandanya mirip saya sendiri.
Tiap membaca ayat tentang orang munafik ... lha kok mirip kelakuan saya sendiri.
Sedangkan ketika membaca ayat tentang orang mukmin, ... kok malah ga mirip-mirip sedikit pun dengan saya.

Maaf ... itu kata Gus Mus lho.


Hahahaha, jangan tersinggung lho ya.


Kata Gus Mus lagi, sungguh beruntung orang yang tidak pernah membaca Al Quran ataupun mempelajari isi Al Quran,

karena mereka tidak akan pernah merasa tersinggung oleh kalimat-kalimat dalam Al Quran itu.

Hahahahaha .... Hayoooo, ada juga yg masih tersinggung dengan kalimat ini?


Redakanlah dulu sensing Anda, Kawan ... dan marilah sejenak kita ber-tafakur.


6. tafakur dan tafakur


Kita introspeksi diri kita sejenak di tengah kelonggaran waktu menjelang istirahat malam, atau istirahat siang selepas dhuhur,


atau di saat kita telah terjaga di sepertiga akhir malam hingga shubuh menjelang.





Di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, ... mbuh piye dalane.

Di setiap masalah pasti ada hikmah, ... mbuh koyo ngopo ujude.
Di setiap sakit yang menimpa, ... Allah membasuh dosa-dosa kita.
Di setiap hinaan dan cemoohan, ... Allah mengangkat derajat kemuliaan.

Dan di setiap kehendak Allah, ... pasti ada manfaat yang diturunkan untuk kita.

Janganlah sampai kita terlupakan, lalai ... Menghujat kehendak dan ketetapan Allah ... yang ujungnya adalah penyesalan
sebagaimana terus diingatkan kepada kita,

"dan nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan?" tegur Allah dalam salah satu firmannya yang terus diulang dalam Ar Rahman.


Justru bersyukur atas segala nikmat berupa cobaan/ujian/musibah, adalah yang di ujung prioritas utama kita. Karena suatu cobaan/ujian/musibah sesungguhnya adalah nikmat hikmah tersendiri yg kelak pasti akan kita syukuri setelah mampu melaluinya.



7. Yang Tampak Buruk Bagi Kita
Kesalahan, kegagalan, dan kekalahan ... bukan akhir dari segalanya selama kita tetap bisa bangkit berdiri.

Kesalahan, kegagalan, dan kekalahan ... masih dapat diperbaiki dengan koreksi perencanaan dan pelaksanaan

Kehancuran bukan kiamat yang didahulukan bagi kita, karena tengoklah ...

Sebuah kota Hiroshima dan Nagasaki yang indah dan megah,
justru dapat dibangun mudah setelah seluruhnya luluh lantak.
Sebuah negeri Jerman yang tertata rapi dan serba efisien,
justru dapat disusun dengan baik setelah kehancurannya di Perang Dunia.

Atau sedikit ironi yang selalu muncul di negeri ini,

sebuah pasar rakyat yang megah dan modern,
justru bisa dibuat bilamana semua lapaknya selesai dibakar tuntas.

8. Raise Yourself Up


Bangkitlah, Kawan .... tinggalkan keterpurukan itu

Heningkan hatimu dari segala sedih, sesal dan dendam yang lampau

Sekarang penuhilah akalmu

dengan segala rencana yang indah untuk hari esok
Galilah informasi untuk mewujudkannya
Minimalnya yg harus sudah tersiapkan adalah ... hingga matamu seolah bisa melihat gamblang tiap detil rencananya.
Kumpulkanlah tenaga dan sumber dayamu
Kuatkanlah sebelum terburu bergerak
Dan awalilah kembali usahamu ... dengan doa
Mohon ijin dan mohon ridlo Allah,
mohonkan pula kekuatan untuk diri kita,
agar kuat di saat berupaya,
agar kuat di saat berjaya,
dan juga tetap kuat dalam kegagalan lainnya.

Kata teman saya,

Kita boleh berencana apa saja,
namun Tuhan pula yang menentukan segalanya dengan kehendak-Nya
orang lain paling cuman bisa kasih komentar,
ah .... bener juga teman saya itu

bangsa ini sudah mulai miskin empati,

maka janganlah berharap banyak mendapat empati

bangsa ini sudah malas bertepuk tangan

sudah mereka habiskan tepuk tangan itu di bangku TK
maka janganlah berharap banyak mendapat support atau apresiasi

bangsa ini sudah repot dengan urusan pribadinya masing2

maka janganlah berharap banyak mendapat uluran tangan

bangsa ini sudah nyaris kehabisan kepercayaan diri,

maka janganlah sembarang percaya pada orang lain,
percayalah pada dirimu sendiri,
dan percayalah kepada Allah, satu-satunya penolongmu,
dan pasti akan menolongmu

Kembalikan semua kepada kemampuanmu sendiri

Berjuanglah dengan cara dan gayamu sendiri

Maka bilamana kegagalan berikutnya tetap datang,

engkau masih bisa gagal dengan penuh gaya,
dengan penuh kesyukuranmu.

Dan bilamana segala pertolongan itu datang,

engkau bisa menegakkan kepala bersama para penolongmu,
dengan penuh kesyukuran pula.

dan di situlah rahmat Tuhan akan terus mengalir bersama langkahmu




Desember 2014, Nganjuk dan Blora