Senin, 16 Februari 2015

Hutang .. Masalah Rumit Sedari Purbakala

Kawanku, saya yakin kita semua tentu pernah mengalami peliknya masalah hutang piutang. Entah kita yang berhutang, ataupun kita yang memberikan hutang. Entah awal akadnya memang hutang, ataupun awal akadnya hanya meminjam.

Baik yang berhutang dan yang memberi hutang, sama-sama dalam masalah mereka sendiri-sendiri.


Si penghutang, pertama-tama sudah pasti memiliki masalah dengan kebutuhan dan kesulitan keuangannya. Masalah kedua, beratnya hati di kala menyampaikan akad hutangnya. Berbagai perasaan negatif tentu bercampur aduk jadi satu dalam hati dan akal pikirannya. Malu, takut, rendah diri, prasangka hina, bersiap dihinakan, dan sebagainya. Masalah ketiga, dan ini yang jadi masalah utama urusan hutang-piutang ini, adalah tentang kemampuan membayar lunas hutangnya. Memang sebagian ada yg mudah saja mencukupi kebutuhan pelunasannya, sehingga berani mengambil hutang berupa kredit bank atau leasing. Namun dari semua kejadian peliknya hutang piutang adalah si penghutang tak bisa membayar hutangnya baik menurut akad waktu, akad cicilannya, maupun akad nilai pelunasannya. Akhirnya jadilah Bang Rhoma Irama dapat ide lagu ini ... Gali Lobang Tutup Lobang. Bahkan yang ironis, sebagian besar malahan lari dari tanggung jawab membayar hutang ini. Baik lari menghilang ke tempat lain, maupun lari dari kehidupan ini ... Ya, betul-betul bunuh diri. Astaghfirullah, naudzubillah tsumma naudzubillah.

Ada nggak kawan yang pernah mengalami, sewaktu menagih hutang dengan baik-baik, si penghutang malah pasang tampang sangar dan sampai tega mengancam keselamatan diri kita? "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ... Ini juga satu contoh yg hampir lazim kejadian di bumi pertiwi ini ya? Ironis juga. Naudzubillahi min dzalik.

Lalu masalah apa yang dihadapi oleh si pemberi hutang? Pertama-tama, saat muncul akad hutang tersebut, entah awalnya hanya pinjam ataupun resmi pinjam, hati dan akal pikiran si penghutang pasti dihiasi syakwasangka akankah pinjaman/hutang tersebut dapat terlunasi. Karena bila tidak, dia harus bersiap diri kehilangan sebagian hartanya. Padahal dia sendiri juga butuh akan hartanya itu. Masalah yang kedua, ya pada proses penagihannya itu sendiri. Saya yakin kita semua sependapat bahwa urusan menagih hutang ini jadi urusan yang rumit. Baik menyangkut hati perasaan (emosi, kesabaran), waktu dan juga biaya.

Namun ... Karena urusan hutang piutang ini juga sudah ada sejak jaman purba dulu kala, dan sama-sama ruwetnya, "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ"̮ ... Syukur alhamdulillah, Allah Ta'ala sudah memberi bekal bagi kita dalam surat Al Baqarah ayat 280.


Allah Ta’ala berfirman :
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]:280)

Penjelasan Ayat ini :
Jika orang yang punya utang mengalami kesulitan untuk membayarnya, maka berilah tempo kepadanya sampai Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepadanya untuk melunasi utangnya. Namun, jika kalian rela menggugurkan sebagian hak kalian darinya sebagai wujud sedekah, maka ini lebih bagus. Jika kalian tahu bahwa Allah akan memberi balasan kepada orang yang berbuat kebaikan karena kebaikannya, lalu Dia menghapuskan kesalahannya, seperti ia menghapuskan utang dari orang yang kesulitan untuk membayarnya.
(Tafsir Al-Muyassar, Dr. Aidh Al-Qarni, hlm. 76, cet. I, Maktabah al-Ubaikan, 1427 H./2006 M)


Lalu bagaimana kita mentadzaburi ayat ini agar urusan hutang piutang kita terselesaikan?

Jika kita yang berhutang :
Pertama, niatkan kepada Allah Ta'ala sungguh-sungguh untuk melunasinya secara tertib waktu maupun nilainya
Kedua, jikalau ada masalah dalam pelunasannya, baik secara waktu maupun nilai, beritikad baiklah untuk memberi informasi kepada si pemberi hutang beberapa waktu sebelum masa jatuh temponya.
Ketiga, binalah hubungan silaturahim yg baik dg si pemberi hutang. Jangan malah menghindar atau bahkan lari. Lebih baik lagi di luar urusan hutang ini, antara si penghutang dan si pemberi hutang tetap saling tolong menolong dalam berbagai urusan lain. Misal saling bantu antar tetangga. Membezuk bilamana sakit. Membantu bilamana punya hajat. Dan sebagainya.
Keempat, berikhtiarlah agar dapat mengumpulkan rejeki guna melunasi hutang tersebut.
Kelima, sekiranya dapat memberikan yang lebih baik dalam pelunasannya, maka itu lebih baik pula di mata Allah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW berikut ini,

Pernah suatu ketika Rasulullah SAW didatangi tetangganya yang dulu kala memaksa meminjami kepada beliau, dan lalu pada satu hari menagihnya dengan kasar di hadapan para sahabat. Tentu ini tidak mengenakkan hati para sahabat sehingga mereka marah. Namun apa yg dilakukan oleh Rasulullah? Beliau meminta para sahabatnya untuk bersabar dan memerintahkan memuliakan si penagih hutang tsb. Selain itu, beliau pun meminta bantuan kepada salah seorang sahabat untuk membelikan anak unta sebagai penebus hutangnya. Namun karena tidak ada anak unta di pasar waktu itu, maka dibelikanlah unta dewasa sebagai penebus hutangnya, yang justru nilainya jauh lebih tinggi dari nilai hutang semula.


Jika kita yang memberi hutang :
Pertama, di saat awal agar diperjelas akadnya. Secara waktu dan nilai cicilan atau pelunasannya. Lebih baik jika tertuang dalam surat perjanjian, dengan para saksi di kedua belah pihak. Atau kwitansi bermeterai yang ditanda tangani oleh si penghutang.
Kedua, keep in touch ... Tetap menjalin komunikasi atau silaturahim yg baik dgn si penghutang. Dengan demikian kita juga bisa tahu perkembangan perekonomiannya. Apakah sudah mudah membayar hutang atau belum? Jika belum, berilah tempo hingga dia dilapangkan rejekinya oleh Allah. Dan jangan lupa, doakan kebaikan bagi si penghutang, agar dimudahkan rejekinya dan diangkatkan kesulitannya, sehingga bisa melunasi hutang-hutangnya. Terkadang, kita harus rajin pula mengingatkan agar si penghutang tidak lalai akan kewajibannya. Tentu dengan bahasa yang baik dan dapat mudah dipahami, sehingga tidak menimbulkan ketersinggungan bagi si pemilik kewajiban.
Ketiga, jika dirasa materi hutang itu sulit terlunasi, maka niatkanlah kepada Allah Ta'ala dengan ikhlas sebagai sedekah, baik secara keseluruhan nilai maupun sebagian nilai dari hutang.
Keempat, jikalau si penghutang beritikad tidak baik dalam melunasi hutang, maka kabarkanlah kepada keluarga terdekatnya tentang tanggungan hutang mereka. Dengan demikian, orang lain akan ikut mengambil pelajaran atas itikad buruk si penghutang tersebut agar tidak mudah memberi hutang di lain waktu.


Nah, kalau kita saat ini masih memiliki beban hutang, baiknya diamalkanlah doa-doa berikut ini :

Doa Pertama
Dari Abu Wail berkata: “Ada seorang (budak) laki-laki datang kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Wahai amirul mukminin, saya tidak mampu melunasi uang syarat pembebasan saya, maka bantulah saya!”

Mendengar hal itu, Ali bin Abi Thalib berkata, “Maukah engkau apabila aku ajarkan kepadamu beberapa patah kata yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kepadaku. Dengan beberapa patah kata itu, seandainya engkau memiliki hutang sebesar gunung Shir niscaya Allah akan membayarkan hutangmu. Bacalah:

اللهُمَّ اكْفِنِي بِحَلالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal sehingga aku terhindar dari rizki yang haram dan perkayalah aku dengan karunia-Mu sehingga aku tidak meminta kepada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563, Ahmad no. 1319 dan Al-Hakim no. 1973)


Doa Kedua
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ، وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, belitan hutang dan penindasan orang.” (HR. Bukhari no. 6369)


Doa ketiga.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam berdoa dalam shalatnya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا، وَفِتْنَةِ المَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ المَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masih Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan hutang.“

Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, Anda sering sekali (berdoa) berlindung dari hutang.”

Maka beliau (Rasulullah SAW) menjawab, “Jika seseorang telah berhutang, maka jika berbicara niscaya ia (bisa) berkata dusta dan jika berjanji niscaya ia bisa mengingkari.” (HR. Bukhari no. 832 dan Muslim no. 589)


Demikianlah Kawanku, marilah kita jauhi perkara hutang ini dengan rajin mengumpulkan rejeki. Karena urusan hutang sangat berat. Seandainya seseorang yang memiliki hutang meninggal dunia, namun hutang-hutangnya belum dibayarkan secara lunas, maka hutang itu akan tetap menjadi tanggungan dirinya di alam kubur dan alam akhirat.

“Segala dosa diampuni atas diri orang yang mati syahid, kecuali hutang.” sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sebagaimana diriwayatkan oleh imam Muslim.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Jika seorang laki-laki yang meninggal dan memiliki hutang dibawa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, maka beliau bertanya, “Apakah ia meninggalkan harta yang bisa untuk melunasi hutangnya?”

Jika beliau (Rasulullah) diberitahu bahwa orang yang meninggal itu memiliki harta untuk melunasi hutangnya, maka beliau akan menshalatkan jenazahnya. Adapun jika beliau (Rasulullah) diberitahu bahwa orang yang meninggal itu tidak memiliki harta untuk melunasi hutangnya, maka beliau bersabda, “Hendaklah kalian menshalatkan jenazah sahabat kalian ini!”
Lalu tanggungan hutang itu dibiayai oleh kerabat/sahabatnya bila ada yang mampu, atau oleh Baitul Maal bila ada harta yang cukup untuk semua umat, atau tetap menjadi tanggungan bagi si penghutang itu sendiri hingga di akhirat nanti.

Semoga Allah melindungi kita dari jeratan hutang dan semoga Allah memberi kita kemampuan untuk melunasi hutang kita saat kita terjerat oleh hutang.

Wallahu a’lam bish-shawab.