Senin, 20 April 2015

Mengenal Kalimantan Tengah



PROVINSI KALIMANTAN TENGAH


Sekilas Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar di pulau Kalimantan, dengan luas sekitar 157.983 km2, dan sebagian besar wilayahnya berupa hutan tropis. Wilayah administrasinya berbatasan dengan Kalimantan Barat di sebelah barat dan utara, berbatasan dengan Kalimantan Timur di sebelah utara dan timur, dan berbatasan dengan Kalimantan Selatan di sebelah timur. 

Bagian utaranya berupa pegunungan Muller Swachner yang belum banyak terjamah, bagian tengahnya berupa hutan tropis yang lebat, dan wilayah selatannya berupa sungai dan rawa-rawa. Di sebelah selatan juga berupa pesisir yang berhadapan dengan Laut Jawa. 

Provinsi Kalimantan Tengah terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kotamadya, dengan ibukota provinsinya adalah kota Palangka Raya. Kondisi udara di Kalimantan Tengah panas dan lembab. Orang utan adalah satwa endemik di Kalimantan Tengah, dengan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai wilayah perlindungannya.


Orang Utan, satwa khas endemik di Kal-Teng
Dilindungi di Taman Nasional Tanjung Puting


Rumah Adat

Rumah adat di Kalimantan Tengah terdiri dari beberapa macam rumah adat, seperti Huma Betang, Rumah Ba’anjung, dan Huma Gantung.


Huma Betang yang panjangnya mencapai 150 meter,
menjadi rumah khas asli suku Dayak
yang tersebar di sepanjang daerah aliran sungai

Huma Betang merupakan satu rumah besar khas suku Dayak yang dihuni bersama oleh seluruh keluarga besar (sekitar 20 kepala keluarga), dan ditempati secara turun temurun. Wujudnya berupa rumah panggung dari kayu dengan bentuk memanjang, berukuran panjang 30 meter hingga 150 meter, dengan lebar 10 hingga 30 meter. Tiang panggungnya setinggi 3 hingga 4 meter dari permukaan tanah. Bagian bawah atau kolongnya digunakan sebagai tempat menenun, menumbuk padi, dan kandang ternak. Bagian dalam Huma Betang terdiri atas 6 bagian utama, yaitu untuk tempat penyimpanan alat-alat perang atau berburu, kamar untuk pendidikan gadis, kamar tempat sesaji, kamar untuk upacara adat dan agama, tempat penginapan, dan sebuah ruang tamu. Satu huma Betang bisa dihuni 100 hingga 200 jiwa yang merupakan satu keluarga besar, yang dipimpin oleh seorang Bakas Lewu atau kepala suku.


Huma Betang di dalam kota, tetap tampak megah
Huma betang dibuat tinggi dengan tujuan untuk menghindari banjir, serangan musuh, dan juga gangguan binatang buas. Lantai dan dindingnya semua dari kayu. Sedangkan atapnya terbuat dari sirap. Kayu yang dipakai adalah kayu ulin, selain karena paling banyak tersedia di kawasan hutan sekitar, kayu ulin juga anti rayap dan tahan hingga ratusan tahun. Tangga kayunya bisa diangkat bilamana diperlukan agar lebih aman.


Huma Betang dengan suasana desa yang asri

Berbeda dengan Huma betang yang dihuni oleh banyak kepala keluarga, Rumah Ba’anjung dihuni oleh sedikit kepala keluarga saja atau bahkan hanya satu kepala keluarga yang berdiri tersendiri terpisah dengan keluarga besar. Rumah Ba’anjung berupa rumah panggung yang juga terbuat dari kayu, dengan ciri memiliki anjungan atau ruang sayap di kiri atau kanan dari bangunan utama. Rumah Ba’anjung di Kalimantan Tengah sendiri sebenarnya merupakan hasil pengaruh kebudayaan suku Banjar, yang juga menjadi salah satu suku mayoritas di Kalimantan Tengah.


Rumah Ba'anjung, dipengaruhi budaya suku Banjar

Huma Gantung merupakan perpaduan antara Huma Betang dan Rumah Ba’anjung. Ukurannya lebih kecil dari Huma Betang, memiliki sayap atau anjungan, dan tiang panggungnya lebih tinggi dari tiang Huma Betang. Oleh karena ketinggiannya itulah maka rumah tersebut diberi nama Huma Gantung. Rumah ini hanya dimiliki oleh keluarga yang kaya raya, seperti keluarga raja. Sayangnya keberadaan Huma Gantung sendiri sudah habis karena kurangnya perawatan, atau rusak karena telah lama ditinggalkan. Satu satunya huma gantung yang masih ada di desa Buntoi, itupun kondisinya sudah mulai rusak.


Huma Gantung yang masih tersisa di desa Buntoi

Selain Huma Betang dan Rumah Ba’anjung, di Kalimantan Tengah juga terdapat beberapa rumah kecil seperti Karak Betang dan Huma Lanting, meskipun bukan menjadi rumah adat khas Kalimantan Tengah.

Karak Betang merupakan rumah panggung kayu kecil yang dihuni oleh satu kepala keluarga, yang merupakan pecahan dari penghuni Huma Betang. Sedangkan Huma Lanting adalah rumah kayu yang berada di atas rakit kayu di tepi sungai-sungai. Keberadaan Huma Lanting saat ini lebih berfungsi sebagai warung atau toko di sepanjang sungai.



Pakaian Adat

Pakaian adat di Kalimantan Tengah meliputi pakaian khas Dayak dan pakaian khas Kotawaringin.

Pakaian khas Dayak bagi pria terdiri atas rompi dan celana panjang selutut, dihiasi dengan tali pinggang atau disebut selempit dengan kepala dari perak, ikat kepala sebagai penutup rambut dari kain dan rotan berhiaskan bulu-bulu burung. Perhiasan yang dipakai berupa kalung manik-manik pendek yang disebut cekoang, kalung manik-manik panjang yang disebut inuk, dan kalung yang terbuat dari gigi – gigi binatang. Tameng dan mandau melengkapi busana khas pria Dayak.


Pakaian adat Dayak Ngaju

Pakaian khas Dayak bagi wanita terdiri atas kain penutup yang menyerupai rok, ikat pinggang dengan kepala perak, rompi, ikat kepala rotan dan kain dengan hiasan bulu – bulu burung Enggang Gading yang indah. Perhiasan yang dipakai berupa kalung manik-manik, gelang tangan dan subang besar.

Untuk pakaian khas Kotawaringin hampir menyerupai pakaian khas Banjar, sebagai pengaruh budaya suku Banjar yang menjadi salah satu suku mayoritas di Kalimantan Tengah.


Suku – suku 

Suku bangsa di Kalimantan Tengah sebagian besar terdiri atas suku Dayak yang menghuni wilayah pedalaman, suku Banjar yang menghuni wilayah kota dan daerah perdagangan, dan suku Jawa yang menghuni daerah-daerah transmigrasi. Suku pendatang lain yang ada di Kalimantan Tengah adalah suku Bugis, suku Madura, dan suku Sunda. 

Suku Dayak sendiri terdiri atas Dayak Ngaju, Dayak Sampit, Dayak Maanyan, Dayak Bakumpai dan Dayak Katingan. Jumlah penduduk dari Dayak Ngaju merupakan yang terbesar dari suku Dayak yang lain.

Meskipun bahasa daerah di Kalimantan Tengah ini terdiri dari puluhan bahasa Dayak, namun dalam pergaulan sehari-hari bahasa daerah yang paling sering dipakai adalah bahasa Dayak Ngaju, bahasa Banjar dan bahasa Jawa. Sedangkan untuk daerah aliran sungai Barito lebih dominan menggunakan bahasa Dayak Maanyan dan Dayak Bakumpai. Untuk daerah aliran sungai Kahayan dan sungai Kapuas, menggunakan bahasa Dayak Ot Danum atau juga disebut Dayak Kapuas.


Tari – tarian

Macam tari – tarian yang berasal dari Kalimantan Tengah antara lain adalah tari Hugo dan Huda, tari Putri Malawen, tari Giring – giring, tari Manasai, tari Balian Bawo, tari Balian Dadas, dan tari Tuntung Tulus.

Tari Hugo dan Huda merupakan tarian masyarakat suku Daya untuk memuja para dewa agar menurunkan hujan di musim kemarau yang berkepanjangan, yang ditarikan oleh lebih dari sepuluh wanita pilihan.


Tari Hugo dan Huda untuk meminta hujan

Tari Putri Malawen merupakan tarian dari daerah Barito, yang mengisahkan tentang putri dari kerajaan di danau Malawen di daerah aliran sungai Barito.


Tari Putri Malawen yang menggambarkan cantik dan lemah gemulai sang putri dari kerajaan danau Malawen

Tari Giring – giring merupakan tarian dari suku Dayak Maanyan, yang menggambarkan kegembiraan masyarakat atas anugerah yang terlimpahkan kepada mereka, berupa kelahiran anggota keluarga, hasil panen, ataupun terlepas dari bahaya atau malapetaka. Tarian ini menggunakan alat yang khas berupa bambu berisi biji “piding” yang dihentak-hentakkan dengan ritme tertentu, yang kemudian disebut giring-giring.


Tari Giring giring yang menggambarkan kegiatan bercocok tanam di masyarakat Dayak

Tari Manasai merupakan sebuah tarian pergaulan masyarakat Dayak, yang dpat diikuti oleh semua usia, pria dan wanita, dalam suatu lingkaran dengan mengikuti irama lagu Manasai. Gerakan kaki dalam tari manasai hampir sama dengan gerakan tari cha cha. Semakin banyak peserta yang mengikuti tari Manasai, maka lingkarannya akan makin besar, dan irama musiknya juga semakin dipercepat sehingga suasananya akan semakin meriah.


Tari Manasai yang ditarikan secara kolosal oleh para pelajar

Tari Balian Bawo merupakan suatu tarian mistis suku Dayak yang bertujuan untuk mengobati penyakit, menolak bala, atau membayar nazar. Tari ini ditarikan oleh seorang laki-laki pilihan yang disebut Belian, yang memakai pakaian khusus dengan kalung dari kayu obat obatan dan gigi binatang. Tarian ini diiringi oleh tabuhan gong Kangkunang yang awalnya ditabuh pelan, dan makin lama makin cepat menimbulkan suasana mistis untuk memanggil roh halus guna mendeteksi sebab penyakit saat sang Balian dalam kondisi kerasukan roh halus tersebut. Tarian ini berlangsung dalam satu malam, namun terkadang juga bisa sampai berhari-hari.

Tari Balian Dadas juga merupakan satu tarian mistis, yang diperankan oleh seorang wanita.yang dipercaya sebagai utusan dewa, yang bertujuan memberikan keselamatan atau pengobatan bagi masyarakatnya.


Lagu Daerah

Lagu daerah dari Kalimantan Tengah antara lain adalah Kalayar, Naluya, Palu Cempang Pupoi,  Saluang Kitik-kitik, Manasai dan Tumpi Wayu.

Kalayar adalah lagu yang menggambarkan tentang semangat perjuangan masyarakat Dayak dan Banjar dalam meraih kemerdekaan Indonesia, liriknya sebagai berikut :

”Kalayar haut layu kai
Anak wuwut tudi hangwa wungan
I non habar takam masa ya ti
Siurah riwut kami ngirim lengan

Kalayar haut layu kai
Aron sia angan man taka
I non habar takam masa ya ti
Indonesia haut merdeka"

Saluang Kitik-kitik adalah lagu ceria yang menggambarkan kegembiraan masyarakat Dayak dalam mencari ikan Saluang Kitik kitik di tepi sungai sekitar kampungnya. Lagu ini biasanya dinyanyikan seorang pria untuk merayu kekasihnya.

Manasai adalah lagu ceria yang digunakan untuk mengiringi tarian Manasai, sebuah tari pergaulan bagi seluruh masyarakat Dayak.



Makanan Khas

Kuliner di Kalimantan Tengah didominasi dengan masakan khas Banjar dan khas Dayak. Ada juga masakan olahan khas Jawa di daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga dari suku Jawa.

Makanan khas dayak yang terkenal dengan bahan olahan dari sayuran adalah umbut rotan, umbut sawit, dan kalumpe / karuang. Untuk makanan khas dari bahan olahan ikan atau daging adalah wadi, gangsa ayam, dan bangamat / paing.
Gangsa Ayam
Umbut rotan atau juga disebut uwut nang’e merupakan kuliner olahan dari batang rotan muda. Biasanya rotan ini dimasak bersama dengan ikan baung dan terong asam. Rasanya gurih, asam manis dan sedikit kepahit-pahitan.

Umbut rotan
Umbut sawit merupakan kuliner olahan dari umbut kelapa sawit, namun hanya disajikan dalam acara-acara khusus semacam syukuran saja.
Kalumpe atau karuang
Kalumpe / karuang adalah sayuran yang diolah dari daun singkong yang dimasak dengan ditumbuk halus, bersantan, dicampur dengan terong kecil atau terong pipit, bawang merah, bawang putih, serai dan lengkuas yang dihaluskan. Biasanya disajikan bersama dengan sambal terasi. Nama Kalumpe digunakan oleh suku Dayak Maanyan, sedangkan Karuang digunakan oleh  suku Dayak Ngaju.


Hidangan khas pesisir selatan Kal-Teng 
ikan jelawat bakar dan lalapan sambal terasi

Di Palangkaraya juga tersedia makanan khas dari bahan olahan ikan sungai dan rawa, seperti ikan gabus, tauman, mihau, kihung, kerandang, sepat siam, pepuyu, sisili, kapar dan masih banyak lagi.


Adat Istiadat

Masyarakat Dayak saat ini meskipun sudah banyak yang menganut agama Islam dan Kristen, namun juga masih banyak yang menganut kepercayaan tradisional peninggalan nenek moyangnya. Kepercayaan ini disebut Hindu Kaharingan. Dalam kegiatan bermasyarakat di Kalimantan Tengah kaya akan berbagai macam kegiatan adat istiadat yang dipengaruhi oleh kepercayaan Kaharingan ini, seperti upacara Wadian, Upacara Tiwah, Wara, Balian, Potong Pantan, Mapalas, dan Ijambe.

Wadian dan Balian adalah upacara untuk pengobatan secara mistis melalui gerak tari yang diperankan oleh seorang wadian atau balian, yang dalam kondisi kerasukan roh halus kemudian melakukan ritual pengobatan atau mengusir penyebab malapetaka di kampung tersebut.


Upacara Wadian atau Balian untuk prosesi pengobatan

Upacara Tiwah adalah upacara memindahkan tulang belulang keluarga yang telah meninggal. Upacara yang serupa adalah Wara dan Ijambe. Keluarga yang telah meninggal awalnya dimakamkan seperti biasa di lingkungan setempat terlebih dahulu. Setelah cukup waktu dan semua perlengkapan upacara tiwah telah lengkap, tentu dengan biaya yang besar pula, maka kuburannya digali kembali dan tulang belulangnya dipindahkan ke makam para leluhur.


Upacara Tiwah

Potong Pantan adalah upacara untuk peresmian atau penyambutan tamu kehormatan.

Mapalas adalah upacara untuk membuang sial atau membersihkan diri dari sumber malapetaka.

Senjata

Senjata khas dari daerah Kalimantan Tengah adalah Mandau, berupa pedang lurus bermata satu sisi dengan bagian hulunya dihiasi ukiran burung tinggang (sejenis enggang yang dipercaya sebagai penguasa seluruh alam) dan bulu burung serta rambut manusia. Bilah Mandau terbuat dari batu gunung pilihan yang ditatah dan diukir dengan hiasan emas, perak dan batu mulia. Mandau diwariskan secara turun temurun, sehingga sangat terawat dan sangat bernilai.


Mandau

Senjata khas lainnya adalah lunjuk sumpit atau sipet, randu (semacam tombak) dan telawang atau perisai dari kayu.

Sipet atau lunjuk sumpit merupakan sumpitan dengan panjang 1,5 meter hingga 2,5 meter, diameter 2 hingga 3 cm, dengan lobang di tengah yang berfungsi untuk memasukkan anak sumpitan atau disebut damek. Di ujungnya dilengkapi mata tombak yang terbuat dari batu gunung yang telah diikat dan dianyam dengan rotan. Sipet dilengkapi dengan telep yang berfungsi sebagai wadah damek atau anak sumpitan.


Panglima Perang Dayak Ngaju, dengan
Telawang, sipet dan mandau lengkap

Telawang atau perisai kayu terbuat dari kayu yang ringan namun liat, dengan lebar 30 cm hingga 50 cm, dan panjang 1 hingga 2 meter, yang berhiaskan ukiran atau lukisan yang menggambarkan semangat juang.

Para kepala suku juga memiliki senjata berupa keris yang disebut Dohong.