Selasa, 30 Desember 2014

Kisah Umar bin Khattab dan Sungai Nil ... dan tradisi syirik di lingkungan kita.

Sering kali, untuk alasan keselamatan dalam bekerja, atau demi lancarnya keberlangsungan suatu acara, atau dengan dalih tertentu untuk menutupi kelemahan berpikir kita, maka kita melakukan permohonan bantuan kepada "sesuatu" yang selanjutnya kebablasan menjadi suatu "tradisi", yg terus-menerus kita uri-uri atau kita lestarikan.
Bahkan bilamana terjadi aral atau ketidak lancarannya prosesi pekerjaan tsb, selalu kita gandengkan dengan hitungan harinya, tumbalnya, dsb, dsb, dsb.

Menuruti apa saja anjuran dukun/paranormal, membuat sesaji-sesaji, menyediakan tumbal (yang biasanya sangat keji caranya), menyembah pundhen/berhala/pusaka, dan makin parahnya justru memerintahkan bawahan kita untuk ikut melaksanakan "tradisi" tersebut secara kolosal.

Naudzubillah, ... Bagaimanapun juga semestinya kita harus senantiasa menanamkan prinsip utama dari kalimat "Laa illaha illallah" ke dalam qalbu dan akal pikiran kita, sehingga terhindarkan menyekutukan-Nya dg "sesuatu yg bodoh" tadi. Syirik = otomatis masuk neraka Jahannam, neraka yang paling dasar dan tidak ada grasi/remisi/abolisi/rehabilitasi apapun untuk keluar darinya.

Sebaiknya dan sebagusnya, marilah kita tauladani bagaimana sikap seharusnya terhadap "tradisi syirik" tsb dari kisah Khalifah Umar bin Khattab dan Sungai Nil berikut ini :

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a, negeri Mesir telah menjadi bagian dari pemerintahan Islam di Madinah. Sekitar th 20 H, suatu hari perwakilan pemimpin masyarakat Mesir mendatangi sahabat Amr bin ‘Ash r.a yang saat itu ditugaskan Khalifah Umar untuk menjadi Gubernur Mesir.

“wahai Amr, Sungai Nil kami ini memiliki tradisi yang dengan tradisi itu maka arus sungai Nil ini dapat mengalir terus menerus” ujar mereka

lalu Amr bertanya “apakah tradisi itu ?”

mereka menjawab “di malam ke sekian dari bulan ini, kami akan mencari seorang wanita perawan yang paling cantik dan paling sempurna, yang kami ambil dari orangtuanya ... meskipun kami juga akan berusaha membujuk orangtuanya agar merelakan anaknya kami bawa” lanjutnya

“setelah itu, kami akan menghiasnya dengan berbagai perhiasan yang membuatnya sangat cantik, juga pakaian yang paling indah untuknya..”

dengan sedikit ragu mereka meneruskan penjelasannya “... setelah itu kami akan korbankan dirinya dengan membuangnya ke Sungai Nil”

Amr pun langsung menjawab “Astaghfirullah, tradisi ini dilarang dalam islam, sesungguhnya kita harus meruntuhkan tradisi syirik seperti ini!”

jawaban tegas dari Amr membuat mereka diam dan tidak berani berbuat apa apa.

Dan sungguh, dalam kenyataannya beberapa hari kemudian sungai Nil menjadi kering sekering keringnya.

Telah beberapa bulan berlalu, Sungai Nil tidak sedikitpun mengalirkan airnya, sehingga muncul suara-suara sumbang dari penduduk sekitar sungai Nil terhadap kebijakan Gubernur, akibat kepayahan mereka tanpa adanya air dari Nil. Penduduk yg telah tidak tahan dg kepayahan tsb telah bersiap siap melakukan eksodus, mengungsi dari Mesir.

Amr bin Ash segera mengirim surat kepada Khalifah Umar memberitakan kejadian tersebut, dan mohon solusi secepatnya.

Dalam balasan suratnya khalifah Umar berkata “sesungguhnya kebijakan yang kau (Gubernur Amr bin Ash) ambil sudah tepat,.. dan aku telah mengirim bersama surat ini sebuah lembaran. maka lemparkanlah lembaran ini ke dasar sungai Nil”

Maka Amr bin ‘Ash segera ketepian sungai Nil untuk melakukan perintah Khalifah Umar, melemparkan sebuah lembaran dari Khalifah ke dasar sungainya.

Dan di pagi harinya, tentu atas ijin Allah, sungai Nil telah kembali mengalirkan airnya. Bahkan dalam hari itu pula permukaan air bertambah tinggi sehingga kembali menggenangi keringnya seluruh sungai Nil yang luas dan panjang. Dan sejak tahun itu, tradisi syirik jahiliah di Mesir terkait sungai Nil hingga sekarang telah dihilangkan.

Gubernur Amr bin ‘Ash sendiri masih mengingat isi lembaran yang harus ia lemparkan itu, yang hanya berupa tulisan/surat yang bunyinya;

“dari hamba Allah Umar bin Khattab kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba’du : “jika engkau mengalir karena dirimu dan atas keinginanmu sendiri, maka tidak usah kau mengalir dan sungguh kami tidak membutuhkanmu karena hal itu. tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha Satu dan Perkasa, sebab Dia-lah yang membuatmu mengalir, maka kami memohon kepada Allah agar membuatmu mengalir”




Semoga menjadi pencerahan bersama,

Nganjuk, 11 Mei 2014