Sabtu, 26 September 2015

"Croc dari Mina" Seharga 1 Riyal



Sandal ini sebenarnya sandal biasa saja, ... Sama sama terbuat dari bahan karet, dan dipakai di kaki sebagai alas saat berjalan ... Nggak beda proses pembuatan maupun pemakaiannya.

Yang beda mungkin hanya harga beli dan kisah yg menyertainya saja.

Awalnya, satu ketika kami berkunjung ke salah satu sahabat di Kediri, utk bertanya ini itu yg terkait manasik haji. Kebetulan sahabat ini baru saja pulang haji di tahun2 sebelumnya, dan beliau juga salah satu pengurus ormas keagamaan yg menyediakan bimbingan manasik di Kediri.

Kebetulan aku dan istriku belum mengikuti satu pun kegiatan bimbingan manasik. Padahal waktu persiapan tinggal beberapa bulan saja.

Satu hal mengapa kami belum ikut bimbingan manasik adalah karena tempat mukim kami yg harus berpindah sesuai tempat tugas yg baru, dari Sidoarjo ke Kertosono. 

Di lain hal, tempat mukim kami yg sekarang ini pun akan beda dengan tempat berangkat haji kami esoknya, dari Blora. Nah lhoooo, ruwet kan? Padahal kami masih buta segala ini itu terkait manasik nantinya.

Dari penjelasan ini itu tentang rukun-rukun manasik, tentang bekal apa yg mesti disiapkan secara fisik maupun mental, dan juga tentang cara cepat belajar manasik tanpa bimbingan dari kelas khusus, ... akhirnya sampailah bahasan tentang alas kaki yg paling nyaman dipakai kelak. Sahabat memberi saran memakai sandal "croc-crocan" saja.

karena ukuran kakiku yg "spesial" utk orang2 Indonesia, maka untuk mendapat sandal "croc-crocan" dg ukuranku ini pun tidak mudah juga diperoleh. Yg ada utk ukuran spesial hanya sandal jepit biasa. 

Barulah ketika dapat tugas ke Jogja, sandal "croc-crocan" ukuran spesial ini kuperoleh dari satu kios sandal di seberang jalan Ambarukmo Plaza. 

Ketika menginjakkan kaki pertama di bumi Makkah Al Mukaramah, "croc" ini masih belum ikut bertualang. Hanya sandal jepit biasa yg kala itu menemani kami dalam dua hari pertama di tanah suci, hingga kemudian karena teledornya kami saat thawaf di hari kedua, sandal jepit kami satu rombongan sama-sama raib dari tempat penitipannya. 

Hehehehe, gara gara disimpan dalam satu tas plastik yg sama, dan ditaruh begitu saja di lantai di tempat rak sandal secara "tidak patut", maka saat tim cleaning service menjalankan tugasnya di jam 10 malam, raiblah tersapu sandal-sandal kami yg "tak patut" itu. Dari situlah kemudian kisah petualangan "croc" ini bermula.

Esok harinya, setelah kejadian raibnya sandal jepit di malam sebelumnya, "croc" pun mulai kupakai menemani langkah kakiku. Hanya saja dari belajar kejadian tadi malam, sekarang begitu akan menginjak serambi Haram, "croc" pun kulepaskan dan kubasuh bersih di tempat wudhu, sebelum kumasukkan dalam kantung plastik yg spesial kusiapkan sbg wadahnya. 

Di dalam masjid Al Haram di saat sembahyang, saat thawaf, maupun saat sa'i ... "Croc" ini pun dengan nyamannya menggelayut di tas kecil yg kucangklong ke mana-mana ... Aku tak pernah khawatir ia lenyap sedetik pun dari pandanganku. Hari-hariku bersama "croc" ini pun semakin menyatu saja dalam langkah kakiku sejauh 7 hingga 10 kilometer tiap harinya.

"Croc" pun turut melanjutkan perjalanannya bersama kaki-kakiku hingga ke Arafah, Musdalifah dan Mina. Tiap kali "croc" selesai menjalankan tugas, segera kumasukkan ke dalam "sarung"-nya dan kusimpan di sebelah tas tentengku. Perjalanan yg senantiasa selalu aman bagiku dan bagi "croc" .. Meski kami berbaur dengan ribuan hingga jutaan manusia sekalipun.

Satu sore di hari kedua kami di Mina, aku dan sahabat-sahabatku berencana berbelanja di seputar Mina usai makan malam, ... Prioritasnya untuk membeli popmi, minuman hangat dan buah pengganjal perut, sembari menikmati alam Mina di luar tenda kami. 

Sebelum berangkat berbelanja itu, usai jamaah sembahyang Isya, seperti biasanya selama di Armina ketua regu kami berbagi tugas mengambil ransum makan malam dari dapur umum. Aku yg bukan ketua regu pun ikut dilibatkan usung-usung karena kami pas longgar tdk ada kegiatan ibadah. 

Menimbang seusai wira wiri pengambilan ransum kami akan segera pergi berbelanja, "croc" pun kutinggalkan di muka tenda maktab kami. Sebentaaaaar saja kutinggalkan ... Untuk membagi ransum yg kami bawa tadi. 

Namun .. Waktu yg sebentar itu, tak cukup utk menjaga pandanganku dari "croc" di muka tenda. Saat aku berbalik ke muka tenda, "croc" pun raib sudah entah ke mana. Berulang-ulang kuselusuri jalan sekeliling tenda dibantu sahabat-sahabatku untuk menyisir "croc" yg raib itu. Dan kami hanya dapat memastikan hasilnya nihil dan tetap saja nihil. Padahal sebentar lagi petugas cleaning service akan segera menyapu seluruh jalan dan tempat sampah sekeliling tenda. 

Aku pun harus merelakan "croc" untuk hilang selamanya. "Ah, sudahlah ... Mungkin inilah akhir perjalanan "croc" menemaniku di bumi Rasulullah." Begitu pikirku. 

Seorang sahabat meminjamkan sandal jepit cadangannya guna kupakai pergi berbelanja. Alhamdulillah, aku tak perlu "nyeker" demi bisa menikmati indahnya suasana Mina di malam itu. Dan alhamdulillah, saat membeli popmi di salah satu kios, harganya ternyata jauh lebih murah dari harga di seputar hotel kami di Makkah. 2 riyal jadi kembalian yg kuperoleh dengan penuh riangnya.

Terbersit cepat, uang kembalian ini akan kusedekahkan kepada petugas yg melayani bersih bersih di tenda kami. Namun baru beberapa langkah saja aku meninggalkan kios kelontong tadi, seorang anak gadis cantik menyongsongku meminta derma. Sambil mengelus kepalanya, selembar uang 1 riyal pun berangsur berpindah dari tanganku ke genggaman gadis kecil itu. Ia pun berterima kasih dan berlari gembira menemui saudara-saudaranya yg sudah usai meminta derma pula.

Malam itu walau sejenak tak sampai satu jam, kami lewati dengan penuh rasa bahagia di depan terowongan Muaisim yg menuju ke dan keluar dari lokasi jamarat. Suasana ramainya orang berjual beli. Hiruk pikuknya rombongan pelontar jumroh yg akan berangkat maupun yg barusan pulang untuk lontaran hari ini. Dan juga aneka dagangan unik-unik. Semua seakan membuatku melupakan "croc" yang baru saja raib. 

Yang ada dalam pikiran kami malam itu nampaknya sama. Esok hari bagi kami yg mengambil nafar awal, akan segera kembali ke maktab di Makkah untuk memulai thawaf Ifadoh. Ini malam terakhir kami di Mina. Lebih bahagia lagi karena perjalanan manasik kami yg bertepatan Haji Akbar sejauh ini berlangsung aman dan nyaman.

Setelah cukup berbelanja dan menikmati suasana malam, kami pun bergegas kembali ke tenda untuk segera beristirahat. Esok selepas shubuh kami akan berangkat untuk lontaran jumroh yg terakhir. Perjalanan sejauh 3 kilometer cukup bagi kami untuk mencapai jamarat di waktu dhuha, shg terpenuhi rukun kami yg ambil nafar awal.

Memasuki maktab suasana sungguh lengang. Tempat sampah sudah bersih. Jalan-jalan sekeliling tenda pun sudah bersih dan rapi. Petugas kebersihan tampak merapikan alat-alatnya di salah satu ujung tenda kami. 1 lembar riyal kembalian popmi segera kutunaikan utk sedekah baginya. Walau hanya 1 riyal, namun dia sangat bahagia. Entah doa apa saja yg dikatakannya saat berucap terima kasih atas sedekah itu. Aku hanya mengaminkan dengan penuh kelegaan.

Saat aku berbalik badan menuju ke sahabat-sahabatku menunggu di ujung lain tenda kami, pandanganku seketika tertuju pada benda warna merah hitam yg tepat di tengah tengah persimpangan jalan di antara tenda-tenda. "Croc" itu ada di sana. Tepat di tengah-tengah jalan, di dekat berdirinya sahabat-sahabatku. Satu tempat yg berulang kali kami lalui tadi untuk memastikan bahwa "croc" itu telah benar-benar raib ... Sekarang seolah memunculkan "croc" itu dari entah pintu dimensi mana, tepat di depan mata kami. Subhanallah ... Walhamdulillah ... Wa laa ilaha illallah ... Wallahu akbar.

"Croc" yg telah raib itu, kini wujud kembali. Seakan terlahir lagi dalam bentuk "croc yang baru" ... Ya, inilah sepasang "croc dari Mina" senilai 1 riyal. Sepasang "croc" yang melanjutkan petualangannya di bumi Makkah dan Madinah hingga usai sudah masa kami bertamu di tanah Allah dan tanah Nabi, dan melanjutkan perjalanan lainnya di bumi Pertiwi.