Kamis, 05 Februari 2015

Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari

Alkisah, di negeri atas awan bertakhtalah seorang raja yang berjuluk Penguasa Langit. Raja ini sangat bijaksana, baik budi, dan sangat sakti. Penguasa Langit memerintah negeri atas awan dengan baik, sehingga dicintai oleh seluruh rakyatnya.

Tersebutlah pula, Penguasa Langit memiliki dua anak kembar, yaitu Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari. Kedua anaknya ini sudah beranjak dewasa. Dan berbekal ilmu yang diajarkan oleh para mahaguru di istana atas awan maupun yang diajarkan sendiri oleh Penguasa Langit dan permaisurinya, tumbuhlah Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari ini menjadi sosok yang cakap, cerdas, berbudi pekerti luhur dan juga sangat sakti.

Para mahaguru melihat kedua remaja ini memiliki keunggulan yang sama. Namun dengan kebijaksanaannya, Penguasa Langit dapat melihat siapa yang lebih unggul dari mereka berdua. Dan dialah yang nantinya akan menggantikan kedudukan Penguasa Langit sebagai sang Raja negeri atas awan kelak.

Hingga kemudian tibalah suatu waktu di mana Penguasa Langit perlu pergi ke suatu tempat yang jauh untuk sementara waktu yang mungkin lama, setidaknya satu bulan. Agar pemerintahan di negeri atas awan tetap terlaksana dengan baik, Penguasa Langit perlu menunjuk salah satu dari kedua anaknya untuk menggantikan kedudukannya sementara waktu.

Oleh karena itu, di sore hari sebelum keberangkatan Penguasa Langit, beliau memanggil Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari menghadapnya.

"Anakku, esok hari aku akan pergi ke negeri di galaksi yang jauh. Karena aku pergi, haruslah ada satu di antara kalian yang duduk di sini guna mengatur pemerintahan negeri atas awan ini agar tetap berjalan dengan baik." Sabda Penguasa Langit.

"Anakku, aku melihat kalian sama-sama digdaya dan sama-sama cerdas. Namun takhta ini hanya untuk satu orang saja. Yang lain harus rela membantu siapapun yang bertakhta hingga sepulangku kembali."

"Aku akan memilih satu di antara kalian melalui sebuah sayembara. Lihatlah dua guci di hadapan kalian itu. Salah seorang mendapat sebuah guci. Barangsiapa dapat memenuhi guci itu dengan tetes embun di bumi sana sejak nanti malam hingga batas akhir terbitnya matahari esok pagi, dialah yang akan kunobatkan sebagai raja negeri atas awan ini."

Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari gundah dengan sayembara ini. Baru kali ini mereka harus beradu pintar dan kuat satu sama lain dalam sebuah sayembara perebutan takhta. Dan mengumpulkan tetes-tetes embun ke dalam sebuah guci besar juga bukan urusan mudah. Mereka harus mengeluarkan segala kemampuan terbaik mereka jika ingin menang.

Dan malam itu, Pangeran Matahari melesat terbang ke bumi barat, sedangkan Dewi Rembulan melesat terbang ke bumi timur. Sayembara telah dimulai. Penguasa Langit dan permaisuri mengawasi mereka dari istana negeri atas awan.

Pangeran Matahari mengandalkan kecepatan dan kekuatannya. Tetes demi tetes embun berhasil dikumpulkan hingga hampir separuh isi guci. Terkadang, karena begitu cepat dan kuatnya ia menghentak helai-helai daun, bukannya embun itu terhimpun ke dalam guci, namun justru terpercik jatuh ke tempat lain.

Dewi Rembulan mengandalkan kecermatan dan ketelitiannya. Dengan menggunakan sebuah kayu gabus, dihimpunnya embun2 yg ada, dan kemudian diperas jatuh ke dalam guci. Tak berselang lama guci itu pun penuh, kala langit sudah semburat terang pertanda sang surya akan terbit di ufuk timur.

Karena telah tiba di akhir waktu perlombaan, maka Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari kembali ke istana atas awan menghadap Penguasa Langit, ayahanda sekaligus raja mereka.

Kedua guci dihaturkan ke hadapan Penguasa Langit. Dan sesuai yang diperkirakan oleh Penguasa Langit, Dewi Rembulan yang lebih cermat dan bijaksana itu terpilihlah sebagai penguasa negeri atas awan. Sebagai hadiah atas keberhasilannya memenangkan sayembara, Penguasa Langit menciptakan sebuah bola mustika putih yang bersinar terang berkilauan menerangi seisi istana dari embun yang telah dikumpulkan dewi Rembulan. Sedangkan sebagai penghibur hati Pangeran Matahari, Penguasa Langir menciptakan sebuah sebuah cakra berwarna kuning keemasan dari embun yang telah dikumpulkan Pangeran Matahari.

Karena tunduk dengan perintah Penguasa Langit, maka pagi itu juga Dewi Rembulan dinobatkan sebagai raja negeri atas awan, dengan Pangeran Matahari sebagai pendampingnya. Namun bagaimanapun juga, semenjak sayembara itu antara Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari timbul keinginan untuk kembali saling mengungguli satu sama lain.

Penguasa Langit mengijinkan mereka beradu kesaktian kapan pun, namun dengan syarat tidak boleh sampai dilihat oleh manusia di muka bumi. Maka kemudian setiap sebelum berlangsungnya laga adu kesaktian, mereka selalu menggelar sekumpulan awan hitam pekat terlebih dulu sebagai tempat beradu laga. Dan setiap kali bola mustika Dewi Rembulan dan cakra Pangeran Matahari ini beradu, akan terpancarkan sinar putih dan kuning yang sangat menyilaukan dalam pandangan manusia di muka bumi, yang selalu diiringi dengan suara keras menggelegar akibat terbelahnya udara saat kedua senjata sakti itu beradu.

Manusia di muka bumi semenjak itu menyebutnya sebagai kilat untuk sinar putih atau kuning yang menyilaukan tersebut, dan juga sebagai guruh untuk suara keras menggelegar yang membelah langit itu.


Catatan : ini kisah fiksi belaka, sekadar untuk mendongeng menemani Alifia, buah hati kami, di kala hujan deras yang terus mengguyur sepanjang sore hari. Kalau ada kemiripan cerita dengan legenda di Thailand sana, ya harap maklum ... Saya sudah lupa cerita aslinya, hehehehe


Nganjuk, 4 Pebruari 2015.
Saat hujan deras mengguyur bumi Patianrowo.