Di suatu kegiatan kajian, seorang kawan bertanya kepada pengasuh :
"Kenapa setelah saya pensiun, orang-orang yang sebelumnya membutuhkan dan menghormati saya, sekarang melihat saya pun tidak mau?”
Perasaan kehilangan kekuasaan dan jabatan sering sekali mengganggu kehidupan banyak orang. Sering sekali orang-orang tidak mau mempersiapkan dirinya sejak awal untuk hidup tanpa jabatan, tanpa kekuasaan, dan tanpa wewenang. Sekali seseorang sudah menikmati kekuasaan, jabatan, dan wewenang; dia akan kecanduan dan sulit melepaskannya kembali.
"Ketika kesadaran diri seorang pemimpin rendah. Maka, kekuasaan, jabatan, otoritas, kekuatan yang dipercayakan kepadanya akan mengambil jiwanya. Dan, dia akan kehilangan jati diri untuk memimpin.”
Kecanduan kekuasaan seperti penyakit yang menghilangkan jiwa seseorang. Ketika kekuasaan sudah tidak dimiliki lagi, dirinya *merasa kehilangan hidup*. Kekuasaan dan jabatan yang sudah dijadikan sebagai identitas kehidupan sosial, kalau sekarang hilang, maka dirinya merasakan dampak dari kehilangan identitas sosial tersebut. Jelas, hal ini akan menjadikan dirinya depresi dan kehilangan akal sehat untuk dapat kembali ke dalam diri sejatinya.
Jabatan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin *hanyalah alat, untuk melayani kepemimpinannya dengan profesional dan penuh tanggung jawab*. Sifat kekuasaan memberikan kekuatan agar pemimpin memiliki kemampuan lebih untuk menjalankan misi dengan profesional. Kekuasaan menguatkan wewenang pemimpin untuk bertindak dan bersikap dengan tegas dan pasti. Jadi, kekuasaan dan jabatan itu hanyalah alat ketika seseorang diberikan wewenang dan tanggung jawab. Bila kekuasaan, jabatan, dan wewenang diambil dari dirinya; dia sesungguhnya hanya kehilangan alat untuk melayani pekerjaannya, dia tetap memiliki diri sejatinya dan kompetensi untuk melayani kehidupan dengan bahagia.
Seseorang diberikan kekuasaan dan wewenang agar dia mampu memimpin dengan tegas, jelas, pasti, melayani, dan terfokus untuk mencapai sukses. Kekuasaan hanyalah alat yang dipinjamkan untuk menguatkan posisi seorang pemimpin. Dengan kekuasaan yang diberikan, pemimpin harus mampu menguatkan karisma, pengaruh, memiliki dorongan untuk pencapaian visi, orientasi pelayanan dan nilai tambah, dan memiliki strategi yang tepat untuk memimpin dan menjalankan organisasi.
Kekuasaan dan jabatan adalah atribut dari organisasi kepada pemimpinnya. Atribut ini dipinjamkan dan tidak diberikan menjadi hak milik pemimpin, hanya hak guna selama menjadi pemimpin. Kesadaran ini haruslah sudah ada sejak pemimpin dipinjamkan atribut-atribut, yang berfungsi untuk menguatkan kepemimpinannya.
Integritas dan komitmen haruslah menjadi bagian dari kesadaran pemimpin terhadap sifat dari atribut-atribut sebuah kepemimpinan. Pemimpin harus memahami konteks dari kekuasaan dan jabatan yang dipinjamkan oleh organisasi kepadanya. Bila dia memahami bahwa kekuasaan dan jabatan bukan milik, tetapi hanya hak pakai selama menjadi pemimpin, maka dia mampu bekerja keras dan melayani pekerjaannya dengan diri sejatinya, bukan karena kekuasaan ataupun jabatan.
Jadi, jawaban untuk pertanyaan kawan di atas ... *Bila sewaktu memiliki kekuasaan dan jabatan dia melayani dengan hati dan kebaikan, maka kehormatan dan perhatian tidak mungkin hilang. Tetapi, bila dia melayani dengan kekuasaan dan jabatan, maka ketika kekuasaan dan jabatan hilang, dia juga akan kehilangan kehormatan dan perhatian*.
Pemimpin yang hebat tumbuh dari diri sejatinya, bukan tumbuh dan berkembang dari kekuasaan dan jabatan yang dimiliki. Pemimpin sejati berkembang dari sikap *rendah hati dan melayani*, bukan dari sikap otoriter yang berkekuatan kekuasaan dan wewenang. Pemimpin sejati tidak pernah pensiun, di sepanjang hidupnya dia tetap memimpin dan melayani hidup, walau dia sudah tidak memiliki kekuasaan dan jabatan formal.
Bila Anda memimpin dari hati dan tidak terjebak dalam candu kekuasaan, maka kemampuan Anda tetap dibutuhkan dan dihargai oleh kehidupan di sepanjang kehidupan Anda. Pemimpin sejati tidak memerlukan penguatan dengan kekuasaan, jabatan, dan wewenang. Dia sudah memiliki kekuatan dari diri sejatinya, untuk memimpin dan melayani kehidupan, tanpa jabatan dan tanpa kekuasaan.