Alkisah, di negeri atas awan bertakhtalah seorang raja yang berjuluk
Penguasa Langit. Raja ini sangat bijaksana, baik budi, dan sangat sakti.
Penguasa Langit memerintah negeri atas awan dengan baik, sehingga
dicintai oleh seluruh rakyatnya.
Tersebutlah pula, Penguasa Langit memiliki dua anak kembar, yaitu
Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari. Kedua anaknya ini sudah beranjak
dewasa. Dan berbekal ilmu yang diajarkan oleh para mahaguru di istana
atas awan maupun yang diajarkan sendiri oleh Penguasa Langit dan
permaisurinya, tumbuhlah Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari ini menjadi
sosok yang cakap, cerdas, berbudi pekerti luhur dan juga sangat sakti.
Para mahaguru melihat kedua remaja ini memiliki keunggulan yang
sama. Namun dengan kebijaksanaannya, Penguasa Langit dapat melihat siapa
yang lebih unggul dari mereka berdua. Dan dialah yang nantinya akan
menggantikan kedudukan Penguasa Langit sebagai sang Raja negeri atas
awan kelak.
Hingga kemudian tibalah suatu waktu di mana Penguasa Langit perlu
pergi ke suatu tempat yang jauh untuk sementara waktu yang mungkin lama,
setidaknya satu bulan. Agar pemerintahan di negeri atas awan tetap
terlaksana dengan baik, Penguasa Langit perlu menunjuk salah satu dari
kedua anaknya untuk menggantikan kedudukannya sementara waktu.
Oleh karena itu, di sore hari sebelum keberangkatan Penguasa Langit,
beliau memanggil Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari menghadapnya.
"Anakku, esok hari aku akan pergi ke negeri di galaksi yang jauh.
Karena aku pergi, haruslah ada satu di antara kalian yang duduk di sini
guna mengatur pemerintahan negeri atas awan ini agar tetap berjalan
dengan baik." Sabda Penguasa Langit.
"Anakku, aku melihat kalian sama-sama digdaya dan sama-sama cerdas.
Namun takhta ini hanya untuk satu orang saja. Yang lain harus rela
membantu siapapun yang bertakhta hingga sepulangku kembali."
"Aku akan memilih satu di antara kalian melalui sebuah sayembara.
Lihatlah dua guci di hadapan kalian itu. Salah seorang mendapat sebuah
guci. Barangsiapa dapat memenuhi guci itu dengan tetes embun di bumi
sana sejak nanti malam hingga batas akhir terbitnya matahari esok pagi,
dialah yang akan kunobatkan sebagai raja negeri atas awan ini."
Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari gundah dengan sayembara ini.
Baru kali ini mereka harus beradu pintar dan kuat satu sama lain dalam
sebuah sayembara perebutan takhta. Dan mengumpulkan tetes-tetes embun ke
dalam sebuah guci besar juga bukan urusan mudah. Mereka harus
mengeluarkan segala kemampuan terbaik mereka jika ingin menang.
Dan malam itu, Pangeran Matahari melesat terbang ke bumi barat,
sedangkan Dewi Rembulan melesat terbang ke bumi timur. Sayembara telah
dimulai. Penguasa Langit dan permaisuri mengawasi mereka dari istana
negeri atas awan.
Pangeran Matahari mengandalkan kecepatan dan kekuatannya. Tetes demi
tetes embun berhasil dikumpulkan hingga hampir separuh isi guci.
Terkadang, karena begitu cepat dan kuatnya ia menghentak helai-helai
daun, bukannya embun itu terhimpun ke dalam guci, namun justru terpercik
jatuh ke tempat lain.
Dewi Rembulan mengandalkan kecermatan dan ketelitiannya. Dengan
menggunakan sebuah kayu gabus, dihimpunnya embun2 yg ada, dan kemudian
diperas jatuh ke dalam guci. Tak berselang lama guci itu pun penuh, kala
langit sudah semburat terang pertanda sang surya akan terbit di ufuk
timur.
Karena telah tiba di akhir waktu perlombaan, maka Dewi Rembulan dan
Pangeran Matahari kembali ke istana atas awan menghadap Penguasa Langit,
ayahanda sekaligus raja mereka.
Kedua guci dihaturkan ke hadapan Penguasa Langit. Dan sesuai yang
diperkirakan oleh Penguasa Langit, Dewi Rembulan yang lebih cermat dan
bijaksana itu terpilihlah sebagai penguasa negeri atas awan. Sebagai
hadiah atas keberhasilannya memenangkan sayembara, Penguasa Langit
menciptakan sebuah bola mustika putih yang bersinar terang berkilauan
menerangi seisi istana dari embun yang telah dikumpulkan dewi Rembulan.
Sedangkan sebagai penghibur hati Pangeran Matahari, Penguasa Langir
menciptakan sebuah sebuah cakra berwarna kuning keemasan dari embun yang
telah dikumpulkan Pangeran Matahari.
Karena tunduk dengan perintah Penguasa Langit, maka pagi itu juga
Dewi Rembulan dinobatkan sebagai raja negeri atas awan, dengan Pangeran
Matahari sebagai pendampingnya. Namun bagaimanapun juga, semenjak
sayembara itu antara Dewi Rembulan dan Pangeran Matahari timbul
keinginan untuk kembali saling mengungguli satu sama lain.
Penguasa Langit mengijinkan mereka beradu kesaktian kapan pun, namun
dengan syarat tidak boleh sampai dilihat oleh manusia di muka bumi.
Maka kemudian setiap sebelum berlangsungnya laga adu kesaktian, mereka
selalu menggelar sekumpulan awan hitam pekat terlebih dulu sebagai
tempat beradu laga. Dan setiap kali bola mustika Dewi Rembulan dan cakra
Pangeran Matahari ini beradu, akan terpancarkan sinar putih dan kuning
yang sangat menyilaukan dalam pandangan manusia di muka bumi, yang
selalu diiringi dengan suara keras menggelegar akibat terbelahnya udara
saat kedua senjata sakti itu beradu.
Manusia di muka bumi semenjak itu menyebutnya sebagai kilat untuk
sinar putih atau kuning yang menyilaukan tersebut, dan juga sebagai
guruh untuk suara keras menggelegar yang membelah langit itu.
Catatan : ini kisah fiksi belaka, sekadar untuk mendongeng menemani
Alifia, buah hati kami, di kala hujan deras yang terus mengguyur sepanjang sore hari. Kalau ada kemiripan cerita dengan legenda di
Thailand sana, ya harap maklum ... Saya sudah lupa cerita aslinya,
hehehehe
Nganjuk, 4 Pebruari 2015.
Saat hujan deras mengguyur bumi Patianrowo.